| UTAMA | | ULASAN |

27 Februari 2008

UNDERGROUND BERKABUNG


Di kota Bandung kini banyak dijumpai spanduk bertuliskan “underground berkabung”, menyusul pergelaran Band Beside di Asia Africa Cultural Centre (AACC) pada Sabtu malam 9 Februari 2008 yang berakhir mengenaskan, mengakibatkan 9 orang penonton tewas.
Peristiwa ini bukan pertamakali terjadi, tapi karena Beside adalah band yang mengusung musik underground, irama musik yang memprovokasi tubuh bergoyang secara bebas, maka banyak dibicarakan.
Kebetulan underground sebagai aliran musik yang “memberontak” terhadap musik pop, maka penampilan komunitas musik cadas ini sangat ekspresif, underground lambing kebebasan untuk berkesenian termasuk atribut yang melekat pada penampilan pemusik maupun penggemar nya.
Kita semua menyesalkan dan berduka cita yang sangat dalam atas meninggalnya 9 orang penonton Band Beside, tapi sangat berlebihan jika kesalahan itu ditimpakan terhadap musik underground.
Tidak hanya pertunjukan musik underground yang memicu kerusuhan, pertunjukan musik pop dan dangdut juga beberapakali memakan korban jiwa, bahkan kita masih ingat pergelaran penyanyi anak-anak pernah menyebabkan korban jiwa.
Pertandingan sepak bola juga sumber potensial kerusuhan, juga perhelatan politik seringkali menyebabkan kekacauan sosial.
Melarang pergelaran musik underground tentu bukan sikap yang bijak, apapun pertunjukan musiknya jika panitya penyelenggaranya siap dan memperhitungkan segala resiko yang akan muncul, pasti semua kesalahan akan dapat diantisipasi.
Jika dirunut lebih dalam lagi mengapa pihak pemerintah kota memberikan izin pertunjukan musik underground di gedung AACC, yang nota bene tidak layak untuk konser musik underground karena kapasitas penontonnya terbatas.
Korban telah jatuh dan semuanya anak-anak muda yang sebenarnya masa depannya masih panjang, yang kini perlu kita pikirkan bagaimana kedepannya.
Komunitas anak-anak muda penggemar musik underground yang banyak ditemui di Ujung Berung Bandung Timur , perlu mendapatkan perhatian, jangan dimusuhi apalagi dimatikan kreativitasnya, yang penting bagaimana mereka tetap berada dijalur anti narkoba dan miras.
Anak-anak muda itu sedang berproses membangun jati dirinya, para pejabat publik itu tentunya pernah mengalami masa muda, bahkan bisa jadi mereka dulu penggemar musik underground, jadi mestinya mereka lebih memahami gejolak jiwa anak-anak muda yang banyak ditemui di Ujung Berung itu.

Tidak ada komentar: