PAK HARTO JUGA MANUSIA ...
Di jaman Pak Harto berkuasa, negara selalu dalam keadaan “aman- terkendali“, termasuk juga pers, sebab jika ada pemberitaan yang secara terbuka berani mengkritisi pemerintah apalagi Pak Harto dan keluarga, maka nasib pers tersebut dapat dipastikan bakal tamat riwayatnya dibreidel Departemen Penerangan. Pak Harto jarang bicara ( meskipun kalau pidato sangat panjang baca teks dan monoton ) hanya mengembangkan senyum tipisnya yang misterius sehingga mendapat julukan “The Smiling General” , semakin membuatnya berwibawa. Wibawa Pak Harto inilah yang banyak membuat orang segan jika berdekatan dan selalu bersikap menghormat berlebihan dihadapan Pak Harto, selain itu Pak Harto termasuk sulit ditemui. Pokoknya ketika itu kekuasaan Pak Harto bagaikan Raja. Akan tertapi Pak Harto juga seorang manusia biasa, berikut ini ada beberapa cerita ringan yang menggambarkan bahwa sebagai manusia biasa Pak Harto juga seperti kita, kadang suka juga bercanda. Pak Harto dan Suspender Menteri Sekretaris Negara Moerdiono ketika itu, sesekali di waktu kosong suka ngobrol di Press Room Istana Kepresidenan, seperti biasa Pak Moer demikian kami para wartawan memanggilnya, tidak hanya ngobrol soal situasi negara tetapi seringkali bercanda dan berolok-olok dengan para wartawan. Suatu hari ada seorang wartawan yang iseng menanyakan berapa jumlah koleksi suspender Pak Moer, karena dibalik jasnya selalu memakai suspender yang juga berganti-ganti setiap hari. “ Wah kalau jumlahnya tidak perlu saya sebutkan, tapi ini ada cerita menarik soal suspender, ternyata Bapaknya itu ( maksudnya Pak Harto red. ) tahu kalau saya suka mengenakan suspender “ ceritanya dengan bangga, kemudian Pak Moer melanjutkan. “ Nah kapan hari itu seusai saya menyampaikan laporan kepada Bapaknya, beliau bertanya kepada saya, Moer kamu suka pakai suspender juga “ “ Iya Pak “ “ Setahu saya di Indonesia ini kalau begitu hanya dua orang terkenal yang senang pakai suspender selain kamu “ kata Pak Harto sambil tersenyum. Menurut Pak Moer dirinya merasa bangga sekali karena ternyata Pak Harto juga penggemar suspender seperti dia, tapi untuk lebih meyakinkan lagi, Pak Moer memberanikan diri untuk bertanya siapa orang terkenal satunya lagi di Indonesia itu. “ Mohon izin Pak , kalau boleh tahu siapa yang satunya lagi ? “ Pak Harto kembali tersenyum, lalu menjawab : “ JOJON ! “
Pak Harto dan Saidi
Pak Harto memiliki seorang fotografer pribadi yang sangat disayanginya, namanya Saidi seorang prajurit berpangkat setingkat Bintara, namun karena “hawa” Pak Harto maka pengaruh dan kekuasaannya kadang melebihi Jendral. Pak Saidi demikian kami para wartawan memanggilnya, orangnya sederhana, polos dan baik hati. Melalui Pak Saidi sering segala urusan birokrasi termasuk usulan kepada Pak Harto selalu beres. Kedekatan Pak Saidi dengan Pak Harto ketika itu dapat dibuktikan, bahwa dia dapat izin untuk memasang mike kecil ( clip on ) di baju Pak Harto dan dia juga bebas memasang kancing baju atau kerah baju Pak Harto yang kebetulan kurang rapih. Suatu saat selesai pelantikan Kabinet baru, para menteri yang kebanyakan baru juga melakukan foto bersama di tangga Istana Merdeka, dan biasanya disini sering terjadi kegaduhan kecil perihal posisi berdiri para menteri. Nah disinilah peran Pak Saidi sangat penting, dengan “gaya” Pak Saidi memerintah para menteri, apalagi pada saat pose “ngapurancang”, tidak semua menteri berasal dari Jawa sehingga tidak mengerti apa itu ngapurancang. Pak Saidi pun berteriak dan terdengar setengah membentak para menteri itu “ Pak perhatikan ngapurancang itu begini (sambil kedua tangannya ditangkupkan dibawah pusar ), cepat Pak ini matahari sudah panas, Bapak Presiden sudah kepanasan nih “ Pak Harto tersenyum dan merasa terhibur dengan gaya Pak Saidi, lalu sambil menahan tertawa Pak Harto berkomentar kepada Wakil Presiden dan Menko yang berada disampingnya, “ Saya sebagai Presidennya belum memarahi para menteri, kok daripada Saidi berani mendahului saya ….he …he ..he ..he “ .
Pak Harto dan Sapi
Menurut catatan kami para wartawan yang bertugas di Istana di masa Pak Harto, ada beberapa peristiwa yang sangat diminati Pak Harto yakni ketika meresmikan Proyek Pertanian, Perikanan dan ketika berada di peternakan sapi miliknya di Tapos Bogor. Biasanya Pak Harto berada di Tapos antara Sabtu dan Minggu, dan paginya sering mengundang para tamu, untuk melihat dari dekat peternakan sapi yang dibanggakannya. Tapos juga sering digunakan untuk memberikan penjelasan tentang isu-isu penting, baik politik maupun ekonomi. Suatu saat Pak Harto mengundang para konglomerat, orang-orang kaya di negeri ini ke Tapos, seperti juga tamu-tamu lainnya para tamu itu juga diajak tour keliling Tapos, dengan tangkas dan sangat ahli Pak Harto menjelaskan diluar kepala tentang khasiat rumput gajah sebagai pakan ternak, pupuk kompos dan tentu saja bagaimana proses penggemukan sapi. Pada saat memberikan keterangan mengenai penggemukan sapi, Pak Harto mengajak pata tamu itu berlama-lama di dalam kandang sapi untuk mendengarkan penjelasannya. Bahkan tanpa canggung Pak Harto memasukkan tangannya ke dalam dubur sapi untuk mengetes apakah sapi tersebut hamil. Dengan ringan Pak harto menjelaskan kalau sapi tersebut sehat dan tidak sedang dalam keadaan hamil, “ Kenapa tidak hamil ? “ tanyanyanya yang kemudian dijawabnya sendiri , “ karena daripada sapi itu jenis kelaminya jantan ………….. “Tentu saja suasana jadi cair, semua tertawa lepas. Namun salah seorang konglomerat yang penulis tahu adalah pemilik sejumlah perusahaan raksasa, mengeluh dengan wajah kecut, “ saya mending disuruh mendengarkan pidato Pak Harto selama 5 jam daripada berdesakan di kandang sapi seperti ini, saya tidak tahan baunya, tapi saya mana berani keluar kandang sebelum Bapaknya keluar, wah jangan-jangan kami ini dikerjain Pak Harto “ katanya lirih sambil tersenyum masam.
Pak Harto dan Telepon
Setiapkali pembentukan Kabinet baru, banyak para elit politik dan tokoh masyarakat yang menjadi Ge- eR, semua memerintahkan keluarga di rumah agar tidak menggunakan telepon ( waktu itu telepon seluler belum merakyat ), karena para orang Ge-eR itu takut kalau ada telepon dari Cendana . Pak Harto memang memiliki kebiasaan menghubungi calon menteri yang akan masuk dalam jajajran Kabinet melalui telepon langsung, kepada yang bersangkutan. Salah seorang menteri di era Pak Harto yang kini menjabat sebagai petinggi di Legislatif, bercerita tentang telepon Pak Harto. Ketika ia dihubungi melalui telepon, saat itu sedang santai sambil tiduran di rumah, begitu tahu bahwa yang menelpon Pak Harto, langsung tokoh kita itu berdiri tegak dalam sikap sempurna seolah Pak Harto berada di hadapannya, dadanya bergemuruh. Menurutnya ia hanya bisa menjawab “ siap Pak “ berulang-ulang, ketika ditanya kesiapannya menjadi menteri. Kemudian ia melanjutkan, berbeda dengan Presiden berikutnya, posisinya sama sedang tiduran ketika menerima telepon, dan ketika ian tahu ditelepon Presiden agar bersedia menjadi menteri, ia santai saja tetap tiduran dan menjawab “ Ok “ . Ketika ditanya bagaimana kalau ditelpon Presiden yang sekarang, tokoh kita itu memelototkan matanya, “ jangan memancing-mancing ya “ sergahnya sambil tersenyum.
Pak Harto dan Cinta
“ Alhasil, perkawinan kami tidak didahului dengan cinta-cintaan seperti yang dialami oleh anak muda delapan puluhan sekarang ini. Kami berpegang pada pepatah witing tresna jalaran saka kulina, datangnya cinta karena bergaul dari dekat. “
Itulah pernyataan yang dipaparkan Pak Harto dalam buku otobiografi nya, Soeharto : Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya, yang diterbitkan pada tahun 1989. Jodoh Pak Harto memang diatur oleh para orang tua, meskipun ia mengenal Almarhumah Ibu Tien, semasa di bangku sekolah, karena kebetulan Ibu Tien adalah adik kelasnya. Perkawinan Pak Harto termasuk “langgeng”, hanya maut yang memisahkan mereka, ketika Ibu Tien wafat di tahun 1996, saat perkawinan mereka berusia 49 tahun. Pak Harto termasuk lelaki penganut monogami. Sebagai orang terkenal dan pernah memegang tampuk kekuasaan selama 32 tahun, tentu ada juga percikan isu tentang hubungan Pak Harto dengan perempuan lain selain Ibu Tien. Yang paling santer adalah hubungannya dengan bintang film cantik R-E, tapi ternyata itu hanya sebatas rumor belaka, yang tidak berdasar.
Sebagai wartawan Istana Kepresidenan penulis sering mengikuti perjalanan Pak Harto ketika bersama keluarga ziarah ke makam Ibu Tien di Astana Giribangun, Karang Anyar Jawa Tengah. Penulis melihat betapa khusuk dan tulus Pak Harto memanjatkan doa untuk isteri tercintanya. Penulis menilai begitu besarnya cinta Pak Harto kepada Ibu Tien, sering Pak Harto bila ziarah dilanjutkan dengan “tuguran”, yakni bermalam di makam, sambil melantunkan ayat-ayat suci. Barangkali ada yang disesalinya kini, ketika Pak Harto dalam keadaan sakit parah dan bergantung pada peralatan medis, ada keinginannya yang tidak akan terpenuhi seperti yang ditulis dalam otobiografinya dalam episode Kalau Ajal Saya Sampai. “ Kalau saatnya tiba saya dipanggil oleh Yang Maha Kuasa, maka mengenai diri saya selanjutnya sudah saya tetapkan : saya serahkan kepada isteri saya. “ (Arie)
15 Januari 2008
Diposting oleh The Indonesia Now di 17.00
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar