| UTAMA | | ULASAN |

18 Februari 2008

FRUSTRASI


Hampir semua orang pernah merasakan frustrasi, frustrasi berasal dari bahasa latin frustratio yang artinya adalah perasaan kecewa atau jengkel akibat terhalang dalam pencapaian tujuan. Semakin penting tujuannya semakin besar frustrasi dirasakan .
Kata orang bijak : “hidup tidak seluruhnya berjalan sesuai dengan rencana kita” , namun celakanya frustrasi selalu datang belakangan.

Karena datangnya belakangan itulah, maka frustrasi seringkali mengendap dalam hati, melukai jiwa dan mengharu biru perasaan. Rasa frustrasi bisa menjurus ke stress, sehingga ada yang berakhir dengan tragis sampai bunuh diri.
Banyak penyebab yang melahirkan frustrasi, faktornya bisa internal maupun eksternal misalnya patah hati, tidak kunjung dapat jodoh, dikhianati, tidak punya uang, jalanan rusak, macet, banjir dan masih banyak hal lainnya.
Ibukota Jakarta adalah kota sumber frustrasi, sehingga muncul istilah “sekejam-kejamnya ibu tiri masih lebih kejam ibukota”. Lalu lintas kota Jakarta termasuk salah satu paling parah di dunia, jalanan macet terutama di jam sibuk saat berangkat kerja dan pulang kerja, adalah menu frustrasi sehari-hari bagi warga DKI Jakarta dan sekitarnya.
Hidup di Jakarta harus pandai berakrobat dan memiliki saraf baja, kalau tidak siap-siap saja frustrasi, apalagi saat sekarang harga-harga naik termasuk sembako, tentu membuat kehidupan semakin sulit.
Ditengah kegalauan dan terjebak di lorong gelap kehidupan terkadang kita berharap ada cahaya sebagai penerang entah sekadar dari sepotong lilin, untuk memandu jalan kehidupan yang semakin berat ini.
Cahaya itu seringkali dinyalakan melalui api janji dari para politisi dan birokrat yang berebut menjadi pemimpin, mereka mengumbar kampanye bahwa jika memilihnya sebagai pemimpin maka masa depan lebih pasti.
Janji-janji yang disokong rombongan Partai Politik itu seperti gelombang tsunami, memporak-pandakan akal sehat, melambungkan jiwa-jiwa yang dahaga hingga ke langit impian. “Serahkan pada ahlinya, jangan sembarang memilih pemimpin yang belum teruji !”.
Kini ketika sang ahli terpilih menjadi pemimpin, Jakarta masih macet, masih banjir, angka kriminalitas makin meningkat, penggusuran pedagang kecil masih berlangsung, akhirnya pengangguran tambah banyak, dan kita semakin frustrasi.

Tidak ada komentar: